Pilkada 2020 Diantara Pandemi dan Demokrasi

Pilkada 2020 Diantara Pandemi dan Demokrasi
HARIANTERKINI.COM – Korea Selatan, mencatatkan diri sebagai negara demokrasi pertama di dunia yang menggelar Pemilu ditengah mewabahnya covid 19.Sekitar 43 juta lebih warga Korsel menyalurkan hak pilih pada tanggal 15 April 2020. Para pemilih tetap datang ke TPS dengan beberapa syarat. Mereka tetap harus menggunakan masker dan sarung tangan dan menjaga jarak setidaknya satu meter antara pemilih yang satu dengan yang lain.

Pemilih juga diperiksa suhu tubuhnya oleh petugas. Penyemprotan disinfektan juga tetap dilakukan. Kepada mereka yang sedang demam diberikan TPS khusus. Berkaca dari sistem yang dilakukan oleh Korea Selatan apakah di negara juga kita bisa memberlakukan sistem tersebut jika pemilihan digelar di tengah pandemi virus?

Ditengah upaya penanggulangan dan pencegahan virus covid-19, pemerintah kembali melanjutkan pembahasan mengenai pesta demokrasi Pilkada serentak 2020. Seperti yang kita ketahui bahwa seluruh KPU di daerah yang melaksanakan pesta demokrasi tersebut telah melaksanakan sebagian tahapan. Sebelum pandemi virus ini merebak keseluruh daerah KPU Kabupaten/Kota telah melakukan pembentukan badan adhock yakni PPK dan PPS. KPU RI terpaksa harus menunda seluruh tahapan yang sedang berjalan akibat banyaknya kasus positif dan meninggal dunia di hampir seluruh daerah di Indonesia.

Pada penundaan yang lakukan, oleh KPU dibuat 3 opsi pelaksanaan pesta demokrasi tersebut. Yakni 9 Desember 2020, 17 Maret 2021 dan 29 September 2021. Opsi penundaan tersebut dibuat oleh KPU akibat belum bisanya kita menebak akhir dari pandemi corona di Indonesia.

Terbaru pemerintah dalam hal ini DPR menggelar Rapat Kerja/Rapat Dengar Pendapat antara Komisi II, Kementerian Dalam Negeri, KPU RI, Bawaslu RI dan DKPP. Rapat yang digelar pada hari Selasa (14/4) ini menyimpulkan dua poin besar. Yakni pilkada tetap dilaksanakan pada tahun 2020 dengan memilih tanggal 9 Desember sebagai hari H pelaksanaan Pilkada. Poin kedua adalah merujuk dari keputusan Mahkamah Kontitusi No 55 Tahun 2019 maka Pilkada akan disesuaikan dengan akhir masa jabatan, sehingga Pilkada akan dilaksanakan pada tahun 2020, 2021, 2022, 2025 dan seterusnya.

Jika melihat data yang disajikan oleh pemerintah melalui Satuan Gugus Tugas (Satgas) penanggulan covid 19, setiap harinya jumlah penderita menunjukkan grafik yang terus meningkat. Data per 14 April 2020 jumlah penderita positif sebanyak 4.839 orang, meninggal 459 orang dan sembuh 426 orang. Jumlah tersebut tersebar di berbagai daerah. Selanjutnya juga tersebar status ODP dan PDP ditiap daerah yang juga tidak sedikit jumlahnya.

Melihat data yang ada maka belum bisa kita berspekulasi sampai kapan pandemi virus ini akan berakhir. Sementara jika melihat hasil kesimpulan yang dihasilkan pada RDP diatas pelaksanaan pesta demokrasi Pilkada jatuh pada bulan Desember atau kurang lebih 7 bulan dari sekarang.

Kita tahu bersama bahwa sebelum pelaksanaan Pilkada ada seabrek tahapan yang dikerjakan dengan melibatkan banyak orang dan mobilitas penyelenggaran dan peserta yang begitu tinggi. Tahapan pencalonan, sosialisasi pelaksanaan Pilkada, pendataan pemilih, kampanye, pendisitribusian logistik, bimbingan teknis penyelenggara, sampai pada pelaksanaan hari H. Tahapan-tahapan tersebut melibatkan banyak orang dan sulit untuk membendung keterlibatan pendukung masing-masing paslon dalam euforia pelaksanaan Pilkada ini.

Beberapa bulan ke depan momok menakutkan korona ini masih akan mendera masyarakat kita. China yang terbilang cukup cepat mengklaim bebasnya mereka dari virus tersebut buktinya masih juga mendapati kasus-kasus baru setelahnya. Sementara kita sampai hari ini masih berjibaku dengan rapid tes, kelangkaan APD, kebijakan PSBB di sebagian daerah, guncangan ekonomi dan masih banyak lagi efek yang ditimbulkan oleh virus corona ini. Singkatnya bahwa seluruh segi kehidupan kita terpengaruh oleh wabah ini tidak terkecuali pelaksanaan Pilkada serentak.

Dengan melihat masih tingginya angka positif dan kemungkinan masih akan terus bertambahnya jumlah penderita, respon masyarakat untuk terlibat aktif pada pelaksanaan Pilkada terancam rendah. Jika berkaca dari pelaksanaan Pemilu kemarin yang mendulang angka pertisipasi yang cukup tinggi maka kemungkinan partisipasi pemilih pada pelaksanaan Pilkada ini akan menurun. Masyarakat tentu akan lebih mengedepankan kesehatan dan keselamatan mereka dari pada urusan politik. Kebiasaan berdiam diri dirumah yang mulai terbangun di tengah-tengah masyarakat beberapa minggu ini akibat social distancing akan terus bertahan sampai betul-betul korona ini tidak ada.

“Bagaimana bisa kita menciptakan demokrasi yang sehat jika penyelenggara dan pesertanya tidak sehat?” Kurang lebih seperti itu ungkapan yang disampaikan oleh Amiruddin Al Rahab Komisioner Komnas HAM dalam sebuah dialog yang bertema Penundaan Pilkada dimasa Covid-19 dalam Perspektif HAM yang diselenggarakan Perludem belum lama ini. Kenyataannya memang demikian, bahwa jika masih terus saja virus ini menjangkiti dan menelan korban sampai beberapa bulan kedepan seluruh tahapan pesta demokrasi yang akan dilaksanakan akan tidak maksimal.

Resiko penularan yang begitu cepat dari satu orang ke orang lain akan menjadi hal yang menakutkan, baik bagi penyelenggara itu sendiri sampai pada peserta dan masyarakat luas. Pada tahapan kampanye misalnya, PKPU Nomor 15 Tahun 2019 disebutkan bahwa masa kampanye calon Kepala Daerah dilaksanakan selama 71 hari. Artinya jika melihat tanggal pelaksaan Pilkada yang jatuh di awal Desember maka perkiraan pelaksanaan kampanye akan digelar mulai dari bulan Oktober. Kampanye tersebut meliputi rapat kampanye terbuka, sosialisasi melalui gambar dan media lainnya. Apakah kita yakin pada bulan Oktober tersebut tidak ada lagi kasus baru penderita korona.

Begitu juga dengan sosialisasi pelaksanaan Pilkada, pergeseran yang terpaksa dilakukan ini akan menjadi target sosialisasi penyelenggara di masyarakat. KPU harus melakukan sosialisasi yang gencar dan dapat menjangkau semua masyarakat yang melaksanakan Pilkada. Bahwa pelaksanaan pesta demokrasi tersebut bukan lagi pada tanggal 20 September tetapi berubah menjadi tanggal 9 Desember. Sebab sosialisasi semacam inilah yang dapat mendongkrak partisipasi masyarakat yang datang memilih tetap tinggi.

Terlepas dari hal tersebut kita berharap pemerintah dalam melahirkan putusan ini telah mempertimbangkan banyak hal terbaik bagi negeri demokrasi ini. Termasuk dengan menghitung perkembangan jumlah penderita covid ini disetiap daerah setiap harinya. Sehingga beberapa bulan sebelum pelaksanaan Pilkada kita telah betul-betul bebas dari teror virus ini.

Selanjutnya juga hal yang bisa mengembalikan normalnya kehidupan kita kedepannya adalah apabila vaksin atau obat virus covid ini telah dapat ditemukan. Bila kedepan vaksin telah ditemukan kekhawatiran kita terhadap penularanan covid akan berkurang dan pasti hilang dengan sendirinya. Sehingga kepercayaan diri penyelenggara, peserta dan masyarakat untuk beraktifitas normal dengan melibatkan banyak orang akan kembali.

Kita tentu berharap bahwa pelaksanaan pesta demokrasi pilkada  2020 ini dapat berjalan maksimal dan sukses. Jika tidak ada virus yang mewabah hampir diseluruh dunia ini tahapan akan berjalan normal sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Tentu hal ini di dasari dengan alasan kemanusiaan dan keselamatan masyarakat yang begitu pentingnya saat ini, “salus populi suprema lex esto”. Semoga negeri ini segera terbebas dari wabah virus covid 19 ini.

Baca Juga : Kemendagri Larang Dukcapil Daerah Serahkan Data Penduduk Potensial ke KPUD

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *