TEGAS! NU TOLAK KHILAFAH DAN DUKUNG PERDAMAIAN UNTUK DUNIA

TEGAS! NU TOLAK KHILAFAH DAN DUKUNG PERDAMAIAN UNTUK DUNIA
HARIANTERKINI.COM, Jakarta – Nahdlatul Ulama (NU) dengan tegas menolak pendirian negara khilafah. Sebaliknya, NU mendukung persatuan seluruh umat beragama di dunia.

Sikap NU ini tertuang dalam rekomendasi Muktamar Internasional Fikih Peradaban I yang dibacakan oleh Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus dan Yenny Wahid dalam acara Resepsi Satu Abad NU di Sidoarjo, Jawa Timur.

Pada pokoknya, rekomendasi tersebut menyatakan bahwa NU menolak negara khilafah karena dinilai bertabrakan dengan tujuan-tujuan pokok agama.

Negara khilafah juga dianggap berpotensi menimbulkan ketidakstabilan dan merusak keteraturan sosial politik, bahkan konflik bernuansa kekerasan.

Dalam pandangan NU, kemaslahatan umat baik muslim maupun nonmuslim dapat diwujudkan dengan mengakui persaudaraan seluruh manusia anak cucu adam.

Oleh karenanya, NU mendukung Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang sejak awal dimaksudkan untuk mengakhiri perang yang amat merusak.

NU juga mendorong lahirnya tatanan dunia yang adil dan harmonis, yang didasarkan pada penghargaan atas hak-hak yang setara serta martabat setiap umat manusia.

Berikut bunyi lengkap rekomendasi Muktamar Internasional Fikih Peradaban I yang dibacakan Gus Mus dalam bahasa Arab dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Yenny Wahid:

“Nahdlatul Ulama berpandangan bahwa pandangan lama yang berakar pada tradisi fikih klasik, yaitu adanya cita-cita untuk menyatukan umat Islam di bawah naungan tunggal sedunia atau negara khilafah harus digantikan dengan visi baru demi mewujudkan kemaslahatan umat.

Cita-cita mendirikan kembali negara khilafah yang dianggap bisa menyatukan umat Islam sedunia, namun dalam hubungan berhadap-hadapan dengan nonmuslim bukanlah hal yang pantas diusahakan dan dijadikan sebagai sebuah aspirasi.

Sebagaimana terbukti akhir-akhir ini melalui upaya mendirikan negara ISIS, usaha semacam ini niscaya akan berakhir dalam kekacauan dan justru berlawanan dengan tujuan-tujuan pokok agama yang tergambar dalam lima prinsip, menjaga nyawa, menjaga agama, menjaga akal, menjaga keluarga, dan menjaga harta.

Dalam kenyataannya, usaha-usaha untuk mendirikan kembali negara khilafah nyata-nyata bertabrakan dengan tujuan-tujuan pokok agama tersebut dikarenakan usaha semacam ini akan menimbulkan ketidakstabilan dan merusak keteraturan sosial politik.

Lebih dari itu, jika pun akhirnya berhasil usaha-usaha ini juga akan menyebabkan runtuhnya sistem negara bangsa serta menyebabkan konflik berbau kekerasan yang akan menimpa sebagian besar wilayah di dunia.

Sejarah menunjukkan, kekacauan karena perang pada akhirnya akan selalu didampingi dengan penghancuran yang luas atas rumah ibadah, hilangnya nyawa manusia, hancurnya akhlak, keluarga, dan harta benda.

Dalam pandangan Nahdlatul Ulama, cara yang paling tepat dan manjur untuk mewujudkan kemaslahatan umat Islam sedunia adalah dengan memperkuat kesejahteraan dan kemaslahatan seluruh umat manusia, baik muslim atau nonmuslim serta mengakui adanya persaudaraan seluruh manusia anak cucu Adam.

Perserikatan Bangsa-Bangsa berikut piagamnya memanglah tidak sempurna dan harus diakui masih mengandung masalah hingga saat ini. Namun demikian, Piagam PBB itu dimaksudkan sejak awal sebagai upaya untuk mengakhiri perang yang amat merusak dan praktik-praktik biadab yang mencirikan hubungan internasional sepanjang sejarah manusia.

Karena itu piagam PBB dan PBB itu sendiri bisa menjadi dasar yang paling kokoh dan yang tersedia untuk mengembangkan fikih baru guna menegakkan masa depan peradaban manusia yang damai dan harmonis.

Dari pada bercita-cita dan berusaha untuk menyatupadukan seluruh umat Islam dalam negara tunggal sedunia, yaitu negara khilafah, Nahdlatul Ulama memilih jalan lain, mengajak umat Islam untuk menempuh visi baru, mengembangkan wacana baru tentang fikih.

Yaitu fikih yang akan dapat mencegah eksploitasi atas identitas, menangkal penyebaran kebencian antargolongan, mendukung solidaritas, dan saling menghargai perbedaan di antara manusia, budaya, dan bangsa-bangsa di dunia, serta mendukung lahirnya tatanan dunia yang sungguh-sungguh adil dan harmonis, tatanan yang didasarkan pada penghargaan atas hak-hak yang setara serta martabat setiap umat manusia. Visi yang seperti inilah yang justru akan mampu mewujudkan tujuan-tujuan pokok syariah”.

 

Baca berita lainnya : Presiden Joko Widodo Mendapatkan Penghargaan Perdamaian Al Hasan bin Ali Award

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *