Sri Mulyani : Utang RI Aman di Tengah Sri Lanka yang Gagal Bayar

Sri Mulyani : Utang RI Aman di Tengah Sri Lanka yang Gagal Bayar
HARIANTERKINI.COM, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan rasio utang Indonesia aman karena relatif rendah dibanding negara lain. Kondisi berbeda dialami Sri Lanka yang mengalami krisis parah hingga mengumumkan gagal bayar utang luar negeri US$ 51 miliar atau Rp 729,3 triliun (Kurs Rp 14.300).

“Rasio utang kita termasuk yang relatif rendah baik diukur dari negara-negara ASEAN, G20 atau bahkan seluruh dunia,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK secara virtual.

Sampai akhir Februari 2022, posisi utang pemerintah Indonesia mencapai Rp 7.014,58 triliun atau setara Rp 40,17% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Tingkatan utang itu disebut akan terus dijaga secara hati-hati agar Indonesia tidak termasuk daftar negara yang kesulitan pembayaran utang.

“Ini tetap kita jaga secara sangat hati-hati dan prudent karena kita juga melihat tekanan seluruh dunia terhadap negara-negara akan meningkat seperti salah satu negara yaitu Sri Lanka,” tuturnya.

Pemerintah bertekad agar defisit anggaran bisa kembali ke bawah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2023. Caranya dengan mengurangi penarikan utang lewat penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).

Sri Mulyani mengatakan penarikan utang sudah menyusut hingga Rp 100 triliun per Maret 2022. Hal itu terjadi karena optimalisasi Saldo Anggaran Lebih (SAL) tahun 2021 dari tumpukan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA).

“Kami akan mengurangi issuance (penerbitan) utang dengan penggunaan SAL. Sampai Maret penurunan Rp 100 triliun,” kata Sri Mulyani.

Selain itu, tingginya penerimaan negara ikut berkontribusi dalam menghemat penerbitan SBN. Dalam dua bulan pertama, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 mampu membukukan surplus karena peningkatan pendapatan negara yang signifikan akibat lonjakan harga komoditas.

Sri Mulyani menyebut akan menjaga porsi penarikan utang sepanjang 2022 mengingat adanya tekanan global baik akibat perang Rusia-Ukraina maupun normalisasi kebijakan The Fed. Pengurangan penerbitan SBN bisa menghindarkan pemerintah selaku penerbit (issuer) dari risiko pasar.

“Kita melihat risiko global akibat normalisasi kebijakan moneter dan juga terjadi perang di Ukraina yang semua akan berpotensi menekan SBN dari yield dan demand-nya. Oleh karena itu, kita akan kurangi issuance,” sebutnya.

Baca berita lainnya : Larangan Ekspor CPO, Bahlil: Bukti Jokowi Lebih Mementingkan Rakyat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *