Harga Pertamax Naik, Karena Ada 3 Faktor Penyebab

harga pertamax-naik-karena-ada-3-faktor

HarianTerkini.com – Berita mengenai kenaikan harga Pertamax yang mencapai kisaran harga Rp12.500 hingga Rp13.000 per liter, tergantung provinsi tertentu per 1 April 2022 membuat masyarakat kaget ditengah beban ekonomi yang berat.

Terbaru, pemerintah telah meneken harga baru Pertamax tersebut. Kenaikan harga ini menjadi kenaikan ketiga di tahun 2022 usai Februari dan awal Maret lalu.

Diketahui, pada awal Maret tepatnya tanggal (3/03/2022), kenaikan BBM menyasar jenis BBM nonsubsidi seperti Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex. Tiga jenis BBM tersebut kabarnya hanya menyentuh tiga persen dari total konsumsi BBM nasional.

Lalu, apa sebenarnya alasan pemerintah menaikkan harga Pertamax? Berikut HarianTerkini.com rangkum, tiga alasan pemerintah menaikkan harga BBM jenis Pertamax:

1. Kenaikan harga minyak mentah dunia

Diketahui, alasan pemerintah menaikkan harga pertamax adalah karena mengikuti harga minyak mentah dunia yang sudah di atas 110 dolar Amerika Serikat per barrel.

Selain itu, harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Palm Oil (ICP) menjadi salah satu alasan mengapa harga Pertamax dinaikkan menjadi Rp 12.500 per liter.

2. Imbas ketegangan Rusia dan Ukraina

Adanya ketegangan peperangan yang terjadi antara Rusia dan Ukraina disebut-sebut menjadi salah satu faktor, mengapa harga Pertamax di Indonesia naik menjadi hampir dua kali lipat.

Perang yang terjadi antara kedua negara tersebut memberikan dampak naiknnya harga minyak dunia karena pasokan yang sebagian besar berasal dari Rusia, terpaksa harus dihentikan.

3. Harga jual Pertamax lebih rendah dari keekonomiannya

Pihak Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sebelumnya sudah menghimbau kepada masyarakat, agar bisa memaklumi jika seandainya pemerintah memberikan keputusan untuk menaikkan harga BBM jenis pertamax.

Hal tersebut karena harga jual BBM jenis Pertamax sekarang ini ada di harga Rp 9.000 per liter, angka tersebut diketahui  jauh di bawah keekonomiannya yaitu sebesar Rp 14.526 per liter.

Jika pemerintah tetap menahan harga Pertamax, maka itu akan berpengaruh pada meningkatnya kerugian Pertamina dan nantinya akan berdampak pada APBN, mengingat Indonesia masih mengimpor bahan bakar minyak. Hal tersebutlah yang kemudian menjadi alasan, menaikkan harga BBM jenis Pertamax menjadi keputusan yang rasional.

Dukungan dari pengamat energi

Ditempat terpisah, pengamat Energi UGM, Dr. Fahmy Radhi, MBA, berpendapat penetapan harga Pertamax mestinya ditentukan oleh mekanisme pasar. Oleh karena itu, harga yang ideal adalah harga yang sesuai dengan harga keekonomian.

Seperti diketahui, PT Pertamina (Persero) telah resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi jenis bensin Pertamax (RON 92). PT Pertamina (Persero) menaikkan harga BBM Pertamax jenis ini dari Rp 9.000 – Rp 9.400 per liter menjadi Rp 12.500 hingga Rp 13.000 per liter mulai hari Jumat (1/4), pukul 00.00 WIB.

PT Pertamina (Persero) melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) umum untuk mengimplementasikan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum.

Kenaikan harga dilakukan setelah mempertimbangkan lonjakan harga minyak mentah Indonesia (ICP) dari US$73,36 per barel pada Desember 2021 menjadi US$114,55 per 24 Maret 2022.

Menurut Dr. Fahmi, harga Pertamax saat ini memang harus dinaikkan mengingat harga minyak dunia sudah mencapai $ 130 per barel. Jika tidak dinaikkan beban Pertamina semakin berat.

“Karenanya, penaikkan harga Pertamax oleh Pertamina menjadi Rp12.500 per liter mulai 1 April 2022 sudah tepat,” ujarnya di Kampus UGM, Jumat (1/4).

Fahmi mengakui kenaikan harga Pertamax memicu inflasi. Hanya saja kontribusi terhadap inflasi kecil, pasalnya proporsi konsumen Pertamax di Indonesia hanya berkisar 12 persen.

“Kenaikan harga Pertamax memang memicu inflasi, tetapi jangan sentuh dan menaikkan harga Pertalite yang proporsi konsumennya mencapai 76 persen. Penaikkan harga Pertalite tentu akan menyulut inflasi dan menurunkan daya beli rakyat,” terangnya.

Menurutnya, konsumen Pertamax adalah golongan menengah ke atas yang menggunakan mobil dengan notabene mobil-mobil mahal. Dengan jenis konsumen semacam itu, menurutnya, jarang ditemui antrian panjang menjelang kenaikan harga.

“Saya kira tidak mudah bagi mereka akan migrasi ke Pertalite yang harganya lebih murah. Kenaikan inipun tidak akan secara signifikan mendongkrak penjualan Pertamax Turbo, meski dengan harga sekarang menjadi semakin pendek selisihnya. Kedua jenis Pertamax ini tetap berbeda,” imbuhnya.

Baca juga : Presiden Jokowi : Semua Pihak Harus taat pada Konstitusi Tidak Ada Jabatan Tiga Periode

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *