Menilik Angka Partisipasi Masyarakat pada Pilkada 2020

Menilik Angka Partisipasi Masyarakat pada Pilkada 2020
HARIANTERKINI.COM – Perhelatan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 telah selesai digelar. Berbagai catatan ditorehkan dalam sejarah perjalanan demokrasi kita. Bagaimana tidak, Pilkada 2020 ini merupakan pemilihan dengan banyak cerita berbeda sebab digelar dimasa pandemi covid 19. Banyak orang yang ragu terhadap persiapan pelaksanaannya, tetapi 270 daerah yang menggelar pesta demokrasi ini membuktikan kesiapan dan kematangan dalam berdemokrasi.

Salah satu yang menjadi poin penting dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah kemarin adalah angka partisipasi masyarakat yang terbilang cukup tinggi. KPU RI telah menargetkan 77.5% angka partisipasi pada Pilkada 2020 ini. Beberapa daerah yang menggelar justru melampaui target nasional yang telah ditetapkan. Padahal jika melihat pola kebiasaan baru masyarakat yang terbentuk akibat covid ini, kebanyakan masyarakat enggan beraktifitas di luar rumah dan menghindari kerumunan. Masyarakat akhir-akhir ini cenderung melakukan aktifitas dari dalam rumah (WFH) demi menjaga agar tidak terpapar virus covid 19.

Apalagi menjelang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah pada akhir November sampai awal Desember data jumlah orang terpapar virus covid 19 menunjukkan pergerakan yang cukup tinggi. Hal ini justru membuat beberapa kalangan berfikir akan mempengaruhi rendahnya partisipasi masyarakat untuk datang ke TPS menyalurkan hak pilih. Jika kita telusuri lebih jauh tentu saja partisipasi ini bukan sekedar angka tanpa sebab. terdapat beberapa aspek yang mempengaruhinya. Pertama, sosialiasi yang massif dari penyelenggara. Perubahan jadwal pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah yang seharusnya dilaksanakan tanggal 23 September lalu kemudian berubah menjadi 9 Desember 2020 membuat KPU mesti bekerja keras melakukan sosialisasi.

Kepastian pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah sejak diputuskan ditunda lalu kemudian dilanjutkan setelah terbitnya PERPPU Nomor 2 Tahun 2020 tentu membuat sebagian masyarakat bingung. Untungnya jeda waktu yang ada setelah keputusan melanjutkan Pilkada dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh penyelenggara untuk memasifkan informasi dan sosialisasi pelaksanaan Pilkada.

Hal ini tentu juga didukung oleh seluruh pihak terutama media massa baik elektronik maupun cetak dalam membantu menginformasikan kelanjutan pelakasanaan Pilkada sehingga mampu dijangkau oleh masyarakat. Syaiful Mujani merilis hasil survey pada evaluasi pelaksanaan Pilkada menyebutkan bahwa secara nasional 83% masyarakat tahu bahwa tanggal 9 Desember akan dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah.

kedua, keberhasilan paslon dan tim dalam mengkonsolidasi para pemilih. Tidak mudah memang dalam menggalang dukungan pada masa pandemi ini. Terlebih pola kampanye dan pengenalan calon ke kantong-kantong basis massa begitu terbatas. Kreatifitas dari tim sangat dibutuhkan agar visi-misi dan program yang ditawarkan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Masa kampanye selama 71 hari yang dilakukan oleh masing-masing paslon menjadi ajang pertarungan dalam meyakinkan pemilih untuk tetap datang ke TPS memberikan dukungan. Masih dari hasil survey Syaiful Mujani 85% masyarakat yang tinggal di daerah yang menggelar Pilkada merasa yakin bahwa pemimpin yang dihasilkan dari hasil Pilkada akan membuat daerah semakin baik.

Angka partisipasi pemilih tentu kita berbicara kuantitas pemilih. Banyaknya orang yang datang menyalurkan hak pilih pada hari H pelaksanaan Pilkada. Secara utuh kita tidak boleh melepas perhatian terhadap kualitas pemilih. Dua hal yang sederhana namun pokok dalam menilai kualitas pemilih adalah tidak adanya money politik dan kedewasaan dalam menerima perbedaan pilihan.

Kesadaran wajib pilih untuk datang menyalurkan hak pilihnya tanpa adanya iming-iming materi atau money politik adalah harapan besar kita. Menjadikan masyarakat sebagai pemilih cerdas bukan hanya tugas penyelenggara dalam mensosialisasikan dan menindak apabila terjadi dilapangan. Tetapi juga tugas bagi peserta dalam mengedukasi masyarakat untuk tidak mempraktekkan politik uang kepada pemilihnya.

Hal lain yang menjadi poin terhadap kualitas pelaksanaan Pilkada adalah tentu kedewasaan peserta maupun pendukung dalam menerima perbedaan pilihan dan dan menerima kekalahan. Kefanatikan pendukung kadang berlebihan sehingga membuat adanya gesekan antar sesama pendukung. Padahal perbedaan tidak mesti dipertajam dengan perdebatan dan saling hujat yang justru akan melahirkan konflik yang merugikan orang banyak. Sebab jika kita melihat kembali telah ada fakta integritas yang ditanda tangani oleh masing-masing pasangan calon yang menyatakan siap menang dan siap kalah dalam Pemilihan. Jika ini dipegang teguh maka tidak ada konflik yang terjadi sebelum dan setelah pemilihan digelar.

Selamat kepada daerah-daerah yang telah menyelanggarakan Pilkada pada masa pandemi ini. Kepada para petugas Pilkada, mereka adalah bagian dari sejarah perjalanan demokrasi di Indonesia yang rela bertaruh nyawa melaksanakan tugas. Kita juga berharap bahwa kualitas penyelenggaraan pemilihan dan Pemilu di Indonesia semakin hari semakin baik. Data yang dirilis oleh Syaiful Mujani menunjukkan 86% masyarakat percaya bahwa pelaksanaan Pilkada tahun 2020 ini digelar dengan Jujur dan Adil sesuai dengan asas pemilu kita.

Baca berita lainnya : Evaluasi Perbedaan Data Sirekap Pilkada 2020

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *