Evaluasi Perbedaan Data Sirekap Pilkada 2020

Evaluasi Perbedaan Data Sirekap Pilkada 2020
HARIANTERKINI.COM – Sistem informasi rekapitulasi suara elektronik (Sirekap) untuk pertama kalinya digunakan pada penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020. Merujuk pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 19/2020 tentang rekapitulasi hasil penghitungan suara dan penetapan hasil pemilihan, Sirekap dimaknai sebagai perangkat aplikasi berbasis teknologi informasi sebagai sarana publikasi hasil penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara serta alat bantu dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan.

Sirekap berbeda dengan Sistem Informasi Penghitungan (Situng) yang digunakan pada pemilu sebelum-sebelumnya sebagai sarana publikasi hasil pemilu saja. Sedangkan Sirekap selain sarana publikasi, ia difungsikan sebagai alat bantu dalam proses penghitungan suara dan rekapitulasi suara berjenjang. Jika dalam Situng formulir C1-KWK sebagai hasil pemilu di tempat pemungutan suara (TPS) dipindai (scan) kemudian dipublikasikan dalam halaman resmi KPU, Sirekap menggunakan teknologi optical character recognition (OCR) dan optical mark recognition (OMR) di mana formulir C.

Jika disederhanakan Sirekap memiliki lima fungsi utama: Pertama, membaca perolehan suara di tingkat TPS yang tertuang dalam formulir C.Hasil-KWK. Kedua, sarana untuk mentabulasikan atau menjumlahkan hasil perolehan suara di setiap tingkatan rekapitulasi. Ketiga, sarana untuk mengirimkan hasil perolehan suara di setiap tingkatan mulai dari KPPS ke PPK, PPK ke Kabupaten/Kota, hingga Kabupaten/Kota ke Provinsi. Keempat, untuk mempublikasikan perolehan suara. Dan, kelima, tentunya sebagai alat kontrol serta untuk memotong mata rantai manipulasi rekapitulasi suara yang terjadi secara berjenjang.

Dari sini sesungguhnya penggunaan Sirekap sangat bermanfaat untuk mempercepat proses rekapitulasi suara Pilkada yang jika dilakukan secara manual memakan waktu yang cukup lama. Sekaligus, mempermudah publik bahkan tim pemenangan pasangan calon untuk melihat hasil pemilu secara real time melalui Sirekap. Namun demikian, pada realitasnya ketika Sirekap digunakan pada hari pemungutan dan penghitungan suara Rabu, 9 Desember lalu, tidak mampu berjalan secara ideal sesuai dengan tujuannya.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta mengantisipasi perbedaan data antara Sirekap dengan Formulir C. Hasil KWK atau berita acara penghitungan hasil suara di TPS. Kondisi tersebut dapat menjadi amunisi bagi pasangan calon mengajukan gugatan permohonan perselisihan hasil pemilihan (PHP).

Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggarini mengatakan apabila penetapan hasil di kecamatan yang menggunakan Sirekap menunjukkan perbedaan dengan hasil yang diperoleh melalui penghitungan di TPS, maka bisa saja menjadi dalil untuk mempersoalkan hasil.

Titi menyebut hasil Sirekap berpotensi digugat terbuka, meski sistem elektronik itu tidak digunakan sebagai hasil resmi. Seperti yang diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pemungutan dan Perhitungan Suara atau pilkada.

Berdasarkan pengalaman PHPU (perselisihan hasil pemilhan umum) pilpres 2019, perbedaan input antara Situng (sistem hitung) dan (formulir) C1 pun sedemikian rupa menjadi persoalan yang dipermasalahkan di Mahkamah Konstitusi. Titi menyebut setiap paslon, saksi, serta pihak terkait lainnya diberikan salinan Formulir C. Hasil KWK. Salinan sebagai patokan apabila terdapat data yang berbeda.

Adanya perbedaan tersebut menunjukkan bahwa evaluasi sirekap sangat diperlukan, sehingga kendala kedepan dalam pemilihan umum selanjutnya dapat diantisipasi dengan baik. Kebutuhan Sirekap tidak hanya untuk pilkada tetapi pemilu legisatif dan presiden, maka dari itu penting untuk membuat persiapan dan timeline umum untuk rencana penerapan Sirekap di pemilu mendatang.

Baca berita lainnya : Kesuksesan Pilkada di tengah Pandemi modal Untuk Konsolidasi Demokrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *