Teriak Jelata Bansos Dikorupsi: Beras Dikutuin, Biskuit Ancur

bansos
HARIANTERKIINI.COM – Menteri Sosial Juliari Peter Batubara ditetapkan sebagai tersanga oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia diduga terlibat kasus korupsi pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19.

KPK menduga Juliari menerima fee atau biaya Rp10 ribu dari setiap paket bansos sembako bernilai Rp300 ribu. Total dari dua periode proyek pengadaan bansos, Juliari di duga mengantongi Rp. 17 miliar.

Mengetahui kasus itu, warga penerima bansos meluapkan amarahnya. Mereka mengutuk tindakan korup Juliari.

Salah satunya, Wanti (45). Perempuan yang tinggal di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, ini tak habis pikir dengan ketamakan Juliari yang diduga melakukan korupsi di tengah kondisi masyarakat yang susah akibat pandemi Covid-19.

“Kok, tega sekali gitu loh. Seandainya dia merasakan jadi rakyat itu gimana. Apalagi pandemi yang penghasilan enggak seberapa. Astagfirullahalazim, apa kurang?” kata Wanti.

Ia mengungkapkan selama beberapa bulan belakangan ini, isi paket bansos yang dia terima tak sama dalam tiap penyaluran.

Tak hanya itu, ia juga menyebut produk-produk dalam paket bansos itu tidak familiar dan jarang dijumpai di warung sembako.

“Kalau sarden awal-awal lumayan, Botan, semakin ke sini enggak tahu deh itu produk apa. Di warung aja enggak pernah lihat, di mal juga kayaknya enggak ada,” ucap dia.

Jika melihat isi paket yang diterima selama beberapa bulan ini, ia menduga harga bahan-bahannya hanya sekitar Rp150 ribu.

“Sekitar segitulah Rp150 ribu, kalau total. Kalau masyarakat kecil kan, ada bantuan pasti diterima,” kata dia.

Warga Mampang Prapatan lainnya, Asmani (60), mengaku pada awal-awal pendistribusian bansos, ia mendapatkan 10 kilogram beras, dua liter minyak, 10 bungkus mi instan, dan sembilan kaleng kecil sarden.

“Pertama Mie Sedap, Sarimi juga pernah, sekarang mi kecil, mie seribu mereknya, saya enggak pernah lihat di warung-warung,” ucap dia.

Namun selama beberapa bulan ini, ia mengaku hanya mendapatkan paket sembako 10 kilogram beras, minyak dua liter, dua kaleng sarden kecil, satu toples biskuit, dan susu bubuk sachet.

“Biskuit hancur di dalamnya. Kebanting-banting mungkin kita enggak tahu. Anak cucu saya pada enggak doyan,” ucap dia.

Selain mi instan dan biskuit, ia juga menilai kualitas beras yang didapatkan pada awal-awal pendistribusian juga buruk.

“Dulu pernah beras, kuning, dikutuin. Makin ke sini makin lumayan,” ujar dia.

Lebih lanjut, ia sendiri mendengar kabar Mensos tersandung kasus korupsi pengadaan bansos melalui pemberitaan di televisi. Ia pun menyayangkan tindakan Juliari itu.

“Menteri udah enak begitu kok masih korupsi uang buat rakyat, tega,” ucap dia.

Warga Kemang, Jakarta Selatan, Ahmad Rudi (46) sependapat dengan dua warga sebelumnya soal isi paket bansos yang diterima tak sama.

Ia sendiri mengaku tak tahu-menahu mengapa isi bansos itu tak sama setiap penyalurannya.

“Sarden ada yang dapat 4 ada yang dapat 6. Beras ada yang 5 liter. Enggak tetap,” ucap dia.

Selain tak tentu soal isi bansos, ia juga menyebut kualitas produk yang tergolong buruk. Bahkan ia beberapa kali memberikan mi instan kepada warga lainnya.

“Mi pernah tapi ya kayak gitu dah saya kasih orang. Mi waktu itu dapat 10 bungkus. Lupa saya mereknya,” kata dia.

Sementara terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat Mensos, ia juga menumpahkan kekesalannya. Tindakan Juliari, menurutnya, sangat keterlaluan di tengah situasi sulit akibat pandemi corona.

“Biadab lah orang lagi keadaan kayak gini. Orang lagiĀ kecekek [pandemi] kayak begini, gimana sih,” ucap dia.

Ade (70) warga Mampang Prapatan lainnya, berharap Mensos dihukum seberat-beratnya karena tindakan korupsi itu.

“Saya enggak tahu ya soal hukum. Tapi semoga berat hukumannya. Itu namanya dosa sama rakyat, mementingkan diri sendiri, mengambil kesempatan itu. Udah banyak uangnya, udah gaji banyak, kenapa korupsi lagi,” kata dia.

Ia sendiri bercerita pada masa awal pendistribusian bansos mendapat paket yang lengkap mulai beras, minyak, mi instan hingga sarden.

Namun beberapa bulan belakangan ini, ia mengaku tak lagi mendapatkan mi instan dan diganti biskuit.

“Ke sini ini mi enggak ada, udah tiga bulan ini. Biskuit merek enggak terkenal, patah-patah, udah enggak utuh. Kalau sarden pasti ada, (tapi) kurang sedap rasanya, bukan merek yang biasa. Mau kasih ke orang, mereka juga dapat,” keluhnya.

Baca berita lainnya : Sukseskan Pilkada 2020 dengan Penegakan Protokol Kesehatan yang ketat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *