Demokrasi Membaik, Pemulihan Ekonomi Bisa Berlangsung Cepat

Demokrasi Membaik, Pemulihan Ekonomi Bisa Berlangsung Cepat
HARIANTERKINI.COM – Tidak bisa dipungkiri gejolak ekonomi akan selalu terkait dengan gejolak politik yang terjadi. Apalagi, dua aspek ini adalah sektor terpenting dalam sebuah negara. Mengingat, ekonomi ada kaitannya dengan politik terutama terkait kebijakan publik.

Penulis buku Reinventing Indonesia “Menata Ulang Bangsa” Ginandjar Kartasasmita menyatakan, sistem demokrasi Indonesia saat ini sudah jauh lebih baik, sehingga bisa menopang ekonomi Indonesia untuk maju lebih baik. Meski begitu, perlu ada perbaikan dalam penerapannya.

“Demokrasi adalah sisi yang buruk, tapi belum ada sistem yang lebih baik dari demokrasi. Bahkan, bila ada yang bertanya apakah ingin kembali ke orde baru, saya jawab tidak. Kita hanya perlu belajar buat demokrasi yang baik, upayakan desentralisasi yang baik. Dan sisi politik perlu diperbaiki. Musuh utama adalah money politic, jabatan bisa dibeli sehingga tidak heran di provinsi tertentu ada dinasti politik,” ujarnya dalam Webinar Diskusi dan Peluncuran Buku Reinventing Indonesia “Menata Ulang Bangsa” karya Prof Ginandjar Kartasasmita dan DR Joseph J Stern, di Jakarta.

Ekonomi dan politik, diakui Mantan Ketua DPD, sekaligus mantan Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, yang juga Menteri Pertambangan dan Energi Ginandjar Kartasasmita, itu saling mempengaruhi. Sebagai contoh krisis moneter yang terjadi 1997/1998 menimpa banyak negara seperti Korea, Malaysia, tapi tidak separah Indonesia.

“Karena disana cuma krisis ekonomi, di kita krisis ekonomi menimbulkan krisis politik. Lalu, krisis politik memperburuk krisis ekonomi. Sehingga waktu itu, saat Presiden Habibie meneruskan berat sekali rasanya, rupiah sudah Rp 17.000 per dolar AS, tapi akhirnya bisa diperbaiki ke level Rp 7.000. Inflasi yang 70%-80% bisa ditekan menjadi single digit lagi. Krisis ekonomi yang satu setengah tahun parahnya bisa pulih dan itu diceritakan dalam buku ini,” tegas Ginandjar.

Sementara itu, Rektor Universitas Paramadina Firmanzah menyayangkan semua hal yang ada di negeri ini dipolitisir, mulai dari angka pengangguran, kemiskinan, dan defisit. “Seolah-olah tidak ada ruang lain diluar politik,” imbuhnya.

Terkait desakan adanya langkah mengamandemenkan undang-undang yang merupakan produk dari lima tahun pertama pasca reformasi tepatnya 1998-2004, Firmanzah menilai hal itu bisa saja tepat dilakukan, mengingat sudah banyak perubahan. Namun, amandemen ini, tegas dia, jangan sampai dimasuki motif politik dan kepentingan elektoral.

“Musuh terbesar kita saat ini adalah over political size society. Saya rasa buku ini (Reinventing Indonesia) bisa jadi oase yang tidak hanya menjelajah masa lalu, tapi bekal untuk kita menyongsong masa depan. Karena kalau kita masih over political size society rasanya sulit untuk kita menyusun dan memformulasikan tata ulang dan institusi yang dulu kita siapkan untuk menghadapi Indonesia 100 tahun kedepan,” kata Firmanzah.

Untuk itu, dalam menghadapi penanganan pandemi Covid-19, Firmanzah berharap sisi kepentingan politik dapat dikesampingkan sejenak sehingga penanganan pandemi bisa tepat dan cepat.

“Sekarang dengan mudahnya ada dokter masuk ke ranah politik dan celakanya politik elektoral, bukan politik ideologi dan politik etis, tapi politik elektoral yang sifatnya lima tahunan. Jadi, bangsa ini tidak pernah berhenti untuk mendiskusikan, menstigmatisasi, memfragmentasi pilar bangsanya berdasarkan kacamata politik. Ini PR besar buat kita bagaimana bisa keluar sejenak dari aktivitas politik,” jelas Firmanzah.

Senada, Sekretaris Jenderal Palang Merah Indonesia (PMI) sekaligus mantan Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, begitu domain publik dimasuki domain private maka akan terjadi kekacauan. “Kalau kita membiarkan jargon politik mewarnai pengambilan kebijakan ini akan berat. Jadi, perlu ada keseimbangan di politik, kalau bisa bobotnya sedikit saja,” ujar Sudirman.

Apalagi, dikatakan ekonom sekaligus pengajar FEB UI Ninasapti Triaswati, kondisi krisis saat ini lebih hebat ketimbang krisis sebelumnya. Di mana, pendidikan menghadapi tantangan luar biasa besarnya mengingat rasio elektrifikasi belum 100% di semua daerah, namun harus menerapkan sistem pembelajaran jarak jauh. Begitupun dengan perdagangan yang terguncang karena harus jaga jarak sebagai protokol pencegahan Covid-19.”Tantangan kedepan ini jauh lebih berat. Pemerintah harus lebih cerdas, cepat, tepat,” tegasnya.

Buku Reinventing Indonesia, sebagai informasi menyajikan pandangan pelaku yang terlibat langsung tentang pergolakan transisi yang terjadi di Indonesia pada 1997-2004. Pada masa tersebut terjadi banyak perubahan-perubahan yang sangat mendasar seperti demokratisasi dalam bidang politik dan desentralisasi kekuasaan yang membuat kekuasaan tersebar ke daerah-daerah. Dalam masa ini juga dilakukan amandemen UUD yang menjadi landasan Indonesia yang baru dan lebih demokratis. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada masa krisis keuangan dan ekonomi.

Managing Director Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Indonesia (LM FEB UI) Toto Pranoto menambahkan, buku Reinventing Indonesia “Menata Ulang Bangsa” ini juga mengkaitkan erat antara ekonomi dan politik dalam membantu penyelesaian krisis.

Dia pun meyakini, buku ini akan menjadi salah satu buku political economy terbaik yang ada saat ini. “Bagaimana digambarkan hubungan antara stakeholder itu dibina hingga bisa menghasilkan suatu bentuk dimana reformasi dapat menghasilkan situasi yang lebih baik, baik dari sisi penataan ulang ekonomi dan politiknya,” kata Toto.

Baca berita lainnya : Otsus Jilid II Memajukan Dunia Usaha di Papua

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *