DISKUALIFIKASI MENUNGGU CALON KEPALA DAERAH YANG BERPOLITIK UANG

diskualifikasi
HARIANTERKINI.COM – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Abhan menyebut, calon kepala daerah yang terbukti melakukan politik uang di Pilkada 2020 bisa didiskualifikasi. Sebagaimana bunyi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada disebutkan bahwa apabila paslon terbukti melakukan politik uang, Bawaslu dapat melakukan pembatalan sebagai pasangan calon kepala daerah. Paslon yang terbukti melakukan politik uang secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM) bisa terkena sanksi diskualifikasi.

Abhan menjelaskan, kecurangan Pilkada bisa disebut terstruktur jika dilakukan oleh aparat struktural, baik aparat pemerintah maupun penyelenggara Pilkada secara kolektif atau secara bersama-sama. Sistematis berarti pelanggaran direncanakan secara matang, tersusun, bahkan sangat rapi. Sedangkan masif adalah dampak pelanggaran yang sangat luas terhadap hasil Pilkada.

Pelanggaran money politik TSM bisa saja dilakukan oleh orang lain, seperti simpatisan atau tim kampanye manakala terbukti dilakukan atas perintah dan aliran dananya dari paslon maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran ketentuan Pasal 187A sehingga dapat didiskualifikasi.

Adapun Pasal 187A yang dimaksud Abhan mengatur tentang ketentuan pidana politik uang dalam UU Pilkada. Ayat 1 pasal tersebut menyebutkan, setiap orang yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu diancam paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Namun demikian, pasal tersebut baru dapat digunakan setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pasangan calon kepala daerah. Menurut tahapan dan jadwal Pilkada, penetapan paslon baru digelar 23 September mendatang. Hal tersebut akan efektif digunakan ketika KPU telah menetapkan paslon pada 23 September 2020. Sebelum itu masih berstatus bakal pasangan calon.

Menghindari adanya aliran dana ilegal pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah 2020, KPU, Bawaslu dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berkomitmen untuk memperkuat pengawasan. Kepala PPATK, Dian Ediana Rae menyebutkan bahwa langkah ini merupakan satu upaya bersama membangun sistem demokrasi politik yang sehat sehingga perlu dilakukan dengan cara sistemik dan konsisten.

Lewat pengawasan ini, pihaknya harus memastikan bahwa praktik demokrasi tidak menjadikan uang sebagai pertimbangan dalam pemilihan kandidat di kontestasi Pilkada kita. PPATK juga selalu siap menjalin kerja sama yang intensif, baik dengan KPU, Bawaslu dan aparat penegak hukum untuk mencegah masuknya aliran dana ilegal dalam pelaksanaan Pilkada, termasuk menindak segala praktik politik uang. Ini tugas yang berat sekaligus mulia, dan sangat membutuhkan komitmen dan kerja nyata kita guna mewujudkan Pilkada yang bersih dan berintegritas dengan tindakan tegas diskualifikasi.

Sementara itu, Ketua KPU Arief Budiman menyatakan, pihaknya telah menyusun regulasi pelaporan dana kampanye, yang di antaranya telah mengatur ketentuan sanksi atas pelanggaran kebijakan pelaporan dana kampanye termasuk diskualifikasi. Hal ini merupakan upaya KPU untuk mewujudkan pelaporan dana kampanye yang transparan dan akuntabel.

Baca Juga : Pentingnya Sila Persatuan Indonesia dalam Pelaksanaan Pilkada 2020

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *