POLITIK UANG PILKADA HANCURKAN NEGERI

pilkada
HARIANTERKINI.COM – Rabu, 9 Desember 2020 kita akan menggelar pilkada serentak di 270 daerah di Indonesia. Hal itu membuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai penyelenggara pemilu mempersiapkan semua yang dibutuhkan ini dalam proses pilkada. Begitu juga pemerintah terkait anggaran pilkada di Indonesia dipersiapkan pula agar pelaksanaan lebih matang.

Jika membahas tentang pemilihan maka yang sering terjadi adalah “money politic” atau politik uang. Hasil penelitian dari Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (DPD) mengungkapkan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang mau menerima uang dari politikus selama masa pemilu.

“Rata-rata sekitar 60 persen pemilih ketika ditawari politik uang dari kandidat beserta perangkat turunannya mengaku akan menerima. Alasannya, rejeki yang tidak boleh ditolak. Sebagai ongkos coblosan dan sebagai pengganti pendapatan lantaran tidak bekerja pada hari itu atau tambahan untuk kebutuhan dapur”, kata Dian permata dalam diskusi virtual Politik Uang di pilkada 2020: Madu atau Racun di Jakarta dilansir dari Suara.com, 2/7/2020.

Itulah mengapa, pendidikan politik sangatlah perlu disosialisasikan kepada masyarakat untuk mencegah terjadinya KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Adanya money politik akan mencederai semangat demokrasi di Indonesia. Di dalam Undang-Undang Dasar Telah disebutkan mengenai asas pemilu yakni secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil di Pasal 22E ayat (1).

Dengan kondisi tersebut miris sekali memang melihat hal tersebut. Begitu berbahaya ketika politik uang dianggap halal atau wajar. Semua itu terjadi karena masyarakat kita masih dalam kondisi perekonomian yang terpuruk atau banyak masih dibawah garis kemiskinan. Jadi semua tindakan negatif dianggap halal. Andai masyarakat kita sudah dalam derajat kehidupan yang baik, pasti masyarakat tidak akan mau menerima uang dalam kontestasi politik.

Pemikiran masyarakat terutama dalam kalangan menengah bawah ketika pas ada uang pemberian dalam bentuk apapun akan diterima. Hidup ini butuh makan dan minum. Tanpa uang tidak akan bisa makan dan minum. Oleh sebab itu, ketika ditawari uang politik agar memilih oknum tertentu yang ikut kontestasi politik seperti pilkada maka uang itupun akan diterima.

Pemerintah tidak hanya tinggal diam melihat kecurangan ini, Bawaslu RI terus mengawasi setiap kecurangan yang dilakukan oleh oknum calon kepala daerah. Bahkan Bawaslu berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberantas politik uang pada penyelenggaraan pilkada serentak 2020.

Peran pemerintah memang penting dalam hal memberi hukuman, namun pencegahan politisasi uang tak dapat dilakukan jika hanya dari pemerintah saja, masyarakat sebagai penerima uang politik lah yang punya peran penting.

Jadi, mari bersama-sama meminimalisir terjadinya money politic yang akan berimbas pada merebaknya kasus korupsi. Mari bersama-sama membangun mentalitas anti-korupsi. Mari menjadi pemilih yang berdaulat.

Baca Juga : DPRD DKI Jakarta Belum Melakukan Fit & Proper test Komisi Informasi Publik Daerah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *