STRATEGI PEMERINTAH DALAM MENANGGULANGI POTENSI MONEY POLITIK PILKADA 2020

STRATEGI PEMERINTAH DALAM MENANGGULANGI POTENSI MONEY POLITIK PILKADA 2020
HARIANTERKINI.COM – Pemerintah telah memutuskan Pilkada Serentak 2020 akan digelar pada 9 Desember 2020. Tahap pelantikan panitia pemilihan kecamatan (PPK) telah dilaksanakan pada 15 Juni 2020. KPU menegaskan bahwa Pilkada harus tetap dilaksanakan untuk memastikan sistem demokrasi tetap berjalan di tengah wabah Covid-19.

“Justru di masa pandemi seperti sekarang ini sangat dibutuhkan sosok kepala daerah yang mampu memimpin di masa krisis. Tidak ada alasan untuk menunda hingga COVID-19 selesai karena tidak ada yang mampu menggaransi kapan COVID-19 ini akan usai,” ujar Komisioner KPU Viryan Azis dalam Sosialisasi Pilkada Serentak Tahun 2020 Luber, Jurdil, dan Aman dari COVID-19, Jumat (19/6/2020).

Sebelumnya, Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian menjelaskan Pilkada sebagai salah satu indikator kedewasaan demokrasi Indonesia di mata dunia. Pilkada sebagai simbol demokrasi yang harus tetap berjalan walau di tengah pandemi Covid-19. Toh, para ahli juga belum bisa memperkirakan kapan pandemi Covid-19 dapat berakhir karena tidak adanya vaksi yang sudah ditemukan.

“Kita tidak boleh terus menerus terjebak pada keadaan yang berlangsung saat ini. Prinsipnya seluruh daerah dan pemerintah daerah dan penyelenggara pemilu siap melaksanakan dan mengawal Pilkada serentak 2020 yang tahapannya akan dimulai pada 15 Juni mendatang,” tambahnya.

Seperti Pilkada “umum”-nya, berbagai pihak sudah menjelaskan adanya resiko pemanfaatan Dana Bansos sebagai alat kampaye para calon.

“Misalnya pembagian bansos aja kan dimanfaatkan. Di tengah pandemi ini telah dikapitalisasi. Ada beberapa incumbent ya terutama kepala daerah yang memanfaatkan dana bansos untuk dikapitalisasi untuk kepentingan pilkada,” ujar Direktur Ekskutif Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo.

Terpisah, Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno menyebut, pada masa pandemi covid-19 ini praktik money politics sangat lebih bisa terjadi. Karena memanfaatkan kesulitan masyarakat.

“Di masa pandemi, potensi politik uang makin terbuka. Kesulitan hidup rakyat karena pandemi bisa dimanfaatkan kandidat, dimobilisasi dengan money politik,” tutur Adi.

Di tempat terpisah, Anggota Banwaslu, Ratna Dewi Petalolo mengatakan, politik uang masih menjadi tren pelanggaran dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Pasalnya, masih ada celah hukum dalam menindak pelaku politik uang.

“Kita berkaca pada penyelenggaraan pada Pilkada 2015, 2017, dan 2018. Belum ada pengaturan yang tegas terhadap pelaku politik uang,” ujar Dewi.

Untuk mengatasi potensi penyelewangan tersebut, Pemerintah, KPU, dan stakeholder Pilkada lainnya menegaskan akan melakukan pengawalan pada setiap tahapan Pilkada 2020.

“Kita perlu mengawal agenda pelaksanaan Pilkada secara serentak walaupun pandemi masih berlangsung, salah satu agenda nasional yakni Pilkada Serentak ini sudah kita mundurkan sampai Desember 2020, sementara kita tidak mengetahui kapan pandemi ini akan berakhir,” kata Plt. Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri, Safrizal ZA.

Kemendagri juga telah menggerakkan seluruh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di 270 wilayah yang melaksanakan Pilkada Serentak. Hal ini sebagai antisipasi serangan fajar dan politik uang (money politics) lewat Bansos Covid-19.

Satpol PP juga turut diinstruksikan untuk melakukan pengamanan terhadap tempat-tempat vital dalam proses penyelenggaraan tahapan pemilu. Di antaranya melakukan pengamanan di gudang penyimpanan logistik, Tempat Pemungutan Suara (TPS) hingga tempat penyimpanan logistik hasil pungutan suara.

Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Rusman Ya’qub mengatakan bahwa rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang pelaksanaan Pilkada di tengah bencana nonalam (Pandemi Covid-19) terkhusus soal kampanye menggunakan metode virtual (online) di nilai menguntungkan dan banyak nilai positifnya. Menurutnya, kampanye dengan metode online juga dapat menghindarkan dari adanya praktik politik uang, dan pemilih lebih teredukasi oleh apa yang akan di kampanyekan.

“Pertama, lebih efesien dari segi pendanaan, kemudian yang kedua tidak ada konvoi dari peserta kampanye untuk menuju ke area yang di tentukan oleh penyelenggara kampanye,” kata Rusman.

Pilkada Serentak 2020 memang membawa banyak PR bagi Pemerintah, dari penerapan protokol ksesehatan hingga potensi money politic. Namun dengan kerjasama antar lembaga yang kuat, Pilkada Serentak 2020 dapat menjadi “prestasi” Pemerintah di tengah pandemi Covid-19.

Baca Juga : Pilkada Serentak 2020, Pertaruhan Demokrasi Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *